Gagal

Tidak ada yang tersisa darimu
Semua benda, foto, apa pun itu berhasil ku buang dengan sempurna
Tetapi ingatan penuh tiap kejadian, suasana, bahkan caramu berbicara,
menggali setiap kenangan yang sudah kucoba bakar habis bertahun lalu

Aku gagal dalam hal melupakanmu
Hadirmu yang tulus pada masa itu ku abaikan
Sekarang perihal kabarmu selalu ku cari -cari
Terlalu pengecut aku menghubungimu untuk bertanya “apa kabar?”
Kita hanya berkomunikasi lewat mimpi
Kau yang kerap ada dalam mimpiku
Selalu berperan sebagai pendampingku
meskipun aku yakin tidak sebaliknya,
karena sepertinya kau lebih berhasil dalam hal melupakanku

Menjadi “Aku”

Seharusnya aku tidur
Karena esok hari yang berat
Karena tiap waktu butuh perjuangan hebat
Bagian nalar ku ingin segera merebahkan badan
Sebagian imaji masih berlarian entah mengejar apa

Kadang terasa lelah
Kadang ingin rehat menjadi “Aku”
Kadang terpikir mengapa harus selalu aku

Mungkin menyenangkan di bagian semesta yang lain, ada aku yang begitu leluasa menikmati hidup
Ada aku yang terbaring nyaman di sudut ruangan dengan buku dan lantunan musik
Ada aku yang fokus menatap layar merangkai kata ditemani secangkir kopi

Tetapi keyakinan ku berkata memang tidak ada semesta lain
Aku adalah apa yang ada di diriku saat ini
Suka atau tidak, harus dijalani, tanpa pilihan.

Masa Lalu

Ada bagian masa lalu yang mengoyak nalar ku hari ini
Tentang betapa rapuhnya aku menghadapi dunia saat itu
Ia meracau hariku dengan luka
Mengubah rutinku menjadi porak poranda
Sampai aku harus berhenti
Berdiam cukup lama untuk memahami apa maksudnya

Ku hirup nafas dalam dalam
Ku hembuskan perlahan
Berharap masa lalu ini ikut melayang dan menghilang
Namun ku dapati lebih dalam ia justru tertanam

Benar adanya
Waktu kadang memberikan banyak dari apa yang kita harap
Seperti sembuh dari yang begitu sakit
Seperti menerima dari yang begitu tega
Hingga bagian masa lalu ini bisa berdamai dalam jiwa

Segera

Kau tak ingin buruk pun tak berlaku baik
Ku tak ingin pergi pun tak sanggup tinggal

Jika hujan bisa menjadikanmu terburu buru
Mengapa air mataku tak membuatmu segera?
Segera akhiri ego yang entah berkehendak apa
Lalu coba mengerti hati di atas ideologi yang kau logika kan

Aku ingin sederhana
Tak harus ada drama
Apa itu terlalu pelik?

Tidur

Malam,

Aku mulai jatuh cinta pada tidur, terlalu cinta malah

Dengannya aku merasa tenang, tak perlu ada yang berkecamuk dalam kepala

Semudah membaringkan tubuh yang letih entah karena apa-padahal melangkah keluar rumah pun tidak-

Lalu memejamkan mata yang basah karena kantuk, atau tangis yang tertahan, mungkin

Perlahan kemudian aku seakan jatuh, perlahan jatuh dan memasuki sketsa mimpiku

Tak jarang, sketsa itu hanya berupa gelap, tanpa cerita, tetapi aku tetap menikmatinya

Lalu, apakah aku benar mencintai tidur?

Atau aku hanya terlalu pengecut dan menghindari nyata?

Hidup

Aku coba kembali menulis

Tentang apapun. Ya apapun.

Di tengah banyaknya ketidakwarasan, aku coba kembali pada hal yang membuatku hidup

Hampir dua tahun dari terakhir aku menulis; selama itu pula dunia sedang tidak baik-baik saja

Satu per satu kebiasaan berubah

Satu per satu kesulitan dan kemudahan saling singgah

Dan yang paling menyakitkan; satu per satu orang terdekat pergi, tanpa sempat untuk berucap kata pisah

Aku menulis (lagi) untuk diriku sendiri. Setidaknya kumpulan kata-kata ini tidak hanya bebal dalam otak

Atau setidaknya aku punya waktu luang untuk berbicara dengan diri sendiri melalui tulisan ini.

Kembali

Pada suatu waktu aku kembali
menjadi apa yang seharusnya, tetapi bukan apa adanya
Pada suatu waktu aku kembali
menuruti tiap kehendak pinta, tetapi bukan kehendak hati

Pada suatu waktu jalan aku kembali
aku menemukan pudar
aku menemukan semu
aku menemukan abu-abu diantara hitam dan putih

Pada ujung jalan saat aku kembali
aku menemukan mereka yang selalu ada
aku menemukan nyaman yang selalu membuat bungah
aku menemukan apa yang disebut rumah

Memaksa Akhir

Aku tak jenuh
Sungguh aku juga tak pernah bosan
Hanya saja waktu semakin mengganggu
Sehingga perihal menunggu menjadi kian pilu
Aku hanya lelah
Dipermainkan oleh kemungkinan
Dikecoh dengan kesempatan
Diagungkan dengan kemampuan
Kemudian dijatuhkan lagi perihal takdir dan nasib
Sebagai jalannya cerita
Kadang lelah memaksa datangnya akhir Untuk lebih cepat
Untuk lebih dekat dengan selesai
Entah bahagia atau duka
Setidaknya lelahnya berakhir.

Senja

Ku kira mendung
Ternyata hanya senja yang tak berjingga

Seringkali keliru ku anggap lumrah,
Entah untuk pembelaan diri atau kebiasaan yang kian toleransi
Atau bahkan jika ingin, ku justru menyalahkan sang keliru yang datang tanpa permisi

Aku dipaksa kalah (lagi) dengan amarah
Aku dipaksa menyerah dengan emosi yang tak terarah

Haruskah tetap mencari cerah?
Memaksanya keluar menyambut jingga?
Nyatanya tetap saja ku sebut senja
Meski entah dimana letak indahnya

Beserta

Terlampau sering kau menyertakanku pada setiap laku mu
pun sebaliknya, hingga tak ada jeda memori tanpa kata kita
Padahal laku dunia sering memaksa kita untuk menyendiri
mandiri menghadapi liku jalannya

Kita terlalu sering berpuisi
mengabarkan pada dunia apa yang kita rasa
berharap paham akan makna kata kita
Padahal kita sendiri pun tak bisa mengerti apa maunya masing-masing hati

Diam, atau berlaku tak peduli menjadi jurus ampuh
kita kalah menghadapi dunia,
atau tepatnya aku kalah bergulat dengan rasa
beserta diriku yang payah dan dirimu yang tak tahu arah